Efek Naiknya Suku Bunga Acuan BI Sudah Habis, Rupiah Kembali Melemah

Efek Naiknya Suku Bunga Acuan BI Sudah Habis, Rupiah Kembali Melemah
Efek Naiknya Suku Bunga Acuan BI Sudah Habis, Rupiah Kembali Melemah Setelah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali mengalami pelemahan pada perdagangan hari ini. Kamis 27 September 2018, sebanyak 25 basis poin.
Sedangkan, pada perdagangan kemarin, rupiah mengalami penguatan setelah The Federal Reserve atau Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada Rabu malam.
Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, Jumat 28 September 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata di level Rp14.929 per dolar AS, atau melemah dari perdagangan kemarin yang mencapai Rp14.919.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam, kembalinya pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan karena pasar sudah memperkirakan langkah Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuannya mengikuti The Fed. Terlebih sumber tekanan rupiah dari faktor eksternal dikatakannya belum mereda.
“Jadi efeknya sudah tidak ada hari ini. Rupiah kembali tertekan. Sumber tekanan utama rupiahnya masih tetap sama, tren kenaikan suku bunga The Fed di mana  diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga akhir tahun ini dan tahun depan. Juga ada faktor ketidakpastian karena perang dagang dan potensi krisis di Turki dan Argentina,” kata Piter saat dihubungi.
Sementara itu, dari faktor domestik, menurutnya belum ada perkembangan baru yang positif terhadap perbaikan defisit transaksi berjalan Indonesia setelah pemerintah mengambil kebijakan untuk meredam pelebarannya, mulai dari kebijakan mandatori perluasan implementasi B20 hingga kenaikan tarif pajak penghasilan 22 impor terhadap 1.147 komoditas.
“Kondisi neraca perdagangan belum bisa membantu perbaikan Current Account Defisit. Saya kira rupiah hari ini masih akan bergerak dikisaran Rp14.800 sampai Rp14.900an,” tuturnya.
Hal senada dikatakan Bhima Yudhistira, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance atau Indef, kebijakan BI memang tidak memberikan respons baru terhadap pelaku pasar uang karena sudah diperkirakan. Ditambah tekanan eksternal terhadap rupiah menjadi cukup besar.
“Yang terbaru parlemen di Italia deadlock soal anggaran pemerintahnya. Ini buat ketidakpastian di Eropa. Ketiga, harga minyak dunia sekarang berada di US$81 per barel, proyeksinya akhir tahun akan tembus 90-95 usd per barel,” tutur Bhima.
Karenanya, lanjut Bhima, bagi negara seperti Indonesia yang mengandalkan impor minyak mentah untuk memenuhi konsumsi BBM dalam negeri, imbas kenaikan harga minyak tentu lebih banyak negatifnya. Defisit perdagangan akan kembali melebar. Permintaan dolar untuk suplai minyak akan naik.
“Artinya secara alamiah di dalam negeri tekanan suplai valas nya membesar. Proyeksi rupiah hari ini melemah dikisaran Rp14.950-Rp.14.990,” ungkap Bhima.

Comments

Popular posts from this blog

Kekurangan Ribuan Personel, BPOM Hanya Buka 1.078 CPNS

Target BUMN Akan Bangun 1.500 Rumah Transisi Di Lombok

Prabowo-Sandi Menang Telak 73 Persen Di Polling Najwa Shihab